Agama adalah sebagai pengangan
moral berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Namun, aku menyadari bahwa di
era modern seperti saat ini banyak sentimen keagamaan yang dijadikan perahu
untuk berlayar demi keegoisan dirinya. Sehingga islamisme di pandang sebelah
mata oleh orang-orang yang tidak berpikir, sebab masalah sosial sampai saat ini
belum terselesaikan yang dilatar belakangi oleh paham keagamaan. Oleh
karenanya, bahwa islam ke depan harus menjunjung tinggi nilai-nilai toleran,
moderat, dan inklusif umat islam akan dikikis habis oleh kebaradaan kelompok yang
berupaya menampilkan model keislaman yang berbeda dari islam indonesia. Model
keislaman yang kaku, dan memaksakan kehendak agar bisa mewarnai kehidupan
masyarakat Indonesia secara normatif dan formalistik.
Kekhawatiranku menjadi sangat
tampak, di saat konservatisme, radikalisme, leberalisme, dan moderatisme islam,
sedang berkontestasi di jalur politik nasional. Dan suka atau tidak suka,
setuju atau tidak setuju dengan bagunan asumtif, yakni politik yang serat pada
identitas keagamaan, ras, dan suku, akhirnya seperti mempropaganda semua elemen
yang ada di masyarakat. Ada kelompok radikal yang tampil, ulama’ moderat yang
hadir, dan pemerintah serta partai politik pun tidak tinggal diam melihat
fenomena yang unik ini di ibu kota Indonesia yang terkenal sangat beragam
secara sosiologis. Dari asumsi yang aku maksud, sebuah pembacaan yang melalui
nalar berpikir fenomena kekinian dan konsepsi teoritik, untuk merancang
bangunan epestimology agar lebih spesifik terkait integralisme islamisme dan
negara.
Inilah islamisme menurut
pandanganku, sebagaiman diketahui kehadiran negara dalam pandangan islam
bukanlah tujuan, melainkan sebagai jembatan untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan beridirinya suatu negara ialah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia
secara lahir bathin, baik di dunia maupun di akhirat. Di pandang dari sisi yang
lain, kehadiran negara harus mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran yang
berkeadilan dan berketuhanan. Karena posisi negara ialah instrument atau sarana
maka menjadi masuk akal jika teks, wahyu, bentuk negara dan sistem pemerintahan
tidak disebutkan secara tersurat dan terperinci. Sebaliknya teks atau wahyu
hanya soal negara dan pemerintahan secara makro dan universal. Hal ini yang
tercermin dengan beberapa konsep seperti permusyawaratan, keadilan, persamaan,
dan kebebasan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah
SAW menuturkan bahwa malaikat jibril tak henti-hentinya menasehati beliau agar
bersikap baik pada tetangga sampai beliau mengira bahwa jibril hendak
menetapkan hubungan waris mewarisi antara beliau dengan tetangga beliau. Dalam
islam juga ada ketentuan hak bertetangga yang terdiri dari tiga katagori. Pertama, tetangga yang muslim dan
family. Kedua, tetangga yang muslim
tetapi bukan family. Ketiga, tetangga
yang non-muslim dan bukan family.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar