Rabu, 01 Januari 2020

Libur Telah Tiba 01 Januari 2020

Pada bulan januari tahun ini, dalam temaran kaca jendela kamar kos yang terendam embun dan titik gerimis, seorang pemuda berjas biru berjalan menembus hujan. Langkahnya ringan, seperti menunggu irama yang didendangkan hujan sebelum melemparkan kaki ke depan. Bertas punggung merah, ia tampak lebih tertata berjalan, seolah sedang meresapi kenikmatan berjalan pagi dengan suasana liburan tiba. Setiap langkahpun seperti suap yang layak dinikmati dan dicerna perlahan. Dan hampir setiap pagi, aku memandang matahari yang selalu mengirimkan sosok sinarnya, jatuh dalam berbagai wajah bercahaya di muka bumi, aku tidak pernah berhenti untuk tidak berimajinasi lebi jauh soal ini semua. 

Maka sembari berjalan menikmati suasana liburan atau kadangkala dalam kepadatan kereta api yang melintas, sebersit sinar pagi cukup untuk membuat aku terbangun dalam imajinasi ini. Yaitu bahwa pada saat yang sama, jutaan pemuda-pemudi Indonesia melalui pagi yang sama dalam penggal yang berbeda-beda. Aku yang selalu meledak untuk memebayangkan bahwa lepas dari kegelapan malam, jutaan pemuda-pemudi secara serentak berpesta pagi, meloncat-locat riang menuju tempat wisata menyambut tahun baru 2020, ada yang pergi sama pacarnya, ada pula yang pergi bersama teman-temannya.

Candaan dan tawa menjadi pengingat bahwa hari ini adalah hari rabu, 01 Januari 2020, hari yang ditunggu setalah berhari-hari berhadapan dengan setumpuk soal yang tidak jarang membuat mereka mengerutkan dahi. Hari yang dijanjikan oleh penjanji yang berjanji membawa mereka untuk sementara menikmati desir lembut alunan ombak, menikmati sayup-sayup gemerisik ranting diterpa angin utara dan menjajaki rona bahagia dari sambuta mentari pagi di ujung timur kota jogja sambil sementara melupakan bahwa perjalanan mereka masih cukup panjang.

Ahhhh... Liburan Telah Tiba.

Kaki-kaki mungil menapaki hamparan tanah memanjang, kiri dan kanan terlihat gemericik gerakan ikan yang menandakan mereka sedang lahap sebelum nantinya mereka yang akan dilahap. Jejak-jejak di sepanjang tanah lembek sehabis hujan semalam inilah yang nantinya menjadi penanda untuk pulang. Sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya mereka bercerita ini dan itu, asal mula nama-nama dan pengalaman-pengalaman mereka. Banyak hal yang baru diketahui setiap bersama mereka, karena ini bukan persoalan siapa diajar siapa, tapi ini siapa yang mau belajar apa. Kami menghitung waktu kami dengan ukuran lagu, sudah lima lagu yang kami senandungkan berarti tidak seberapa lama lagi kami akan sampai di pesisir lautan. Ya, laut, tempat di mana sebagian orang menjadikannya pintu pelarian guna mencari jawaban ataupun mengajukan pertanyaan. 

Tidak berapa lama kemudian, tepatnya di pertengahan lagu ket ujuh, kami sudah sampai, dan belum sempat lagu ketujuh diselesaikan, mereka sudah berlarian ke sana kemari, menari-nari di hamparan pasir hitam, memanjat pohon yang telah kehilangan dedaunan sambil berteriak, “Foto kami”,

Ahhh.. Liburan Telah Tiba.

Wajah bahagia berseri-seri nampak jelas dari belasan yang hadir di sini. Bersenang-senanglah mereka, menjumpai naluri mereka untuk bermain dan menghampiri takdir mereka untuk bahagia. Dan jika ditelisik, cara mereka menikmati bahagia ternyata sama, yakni ketika mereka bisa bersentuhan langsung dengan alam. Memang jika sudah seperti itu tidak ada satu pun yang bisa mengganggunya, seakan dunia milik mereka. Merekalah putra dan putri sang alam. 

Sesahutan burung camar semakin menambah semarak momen pagi ini, seakan camar juga merasakan apa yang dirasakan oleh sekumpulan manusia di bawahnya. Hiduplah untuk hari ini dan anggaplah esok takkan pernah ada, mungkin begitu kata burung camar sambil menukik ke laut mengincar ikan-ikan kecil yang menjadi bagian dari rantai makanan, lalu terbang menjauh ke arah pepohonan yang meninggi setiap harinya. Pada saat bersamaan matahari mulai meninggi, kilau pancaran sinarnya membuat lautan menjadi panggung yang dipenuhi kelap-kelip keperakan dan keemasan. Panggung ini ada untuk siapa saja, tidak perlu hebat untuk hadir di panggungnya yang megah, cukup percaya bahwa semua ini ada karena karunia Zat di penghujung langit sana. Sementara mereka semakin menikmati saja permainannya. 

Ahhhh... Liburan Telah Tiba.

Hangat perlahan berubah menjadi panas yang mencekat, menandakan sudah waktunya untuk kembali. “Yuk kita pulang”. Sesaat ketika mendengar itu, terlihat jelas perubahan air muka mereka, namun mereka sangat memahami bahwa memang waktunya untuk beranjak pergi. Langkah gontai menghampiri dengan senyum tetap menghiasi wajah mereka. Senyum, tawa, dan canda mereka akan terekam dalam memori yang sewaktu-waktu dapat diputar kembali. Sambil beringsut-ingsut pergi, bersama dilepas deburan ombak yang seakan menggebu, kami berjanji minggu depan dan minggu depannya lagi lalu minggu-minggu seterusnya kita akan kembali.


Maryono kata lain mariano diambil dari Afrika yang berarti lautan. jika nama Maryono adalah pengunungan dari bahasa madura asli yang berarti pemuda yang akan mengocang lautan asia afrika, dan mempunyai keberanian, cerdas atau goblok, dan pekerja keras. Orangnya juga soerang teman yang setia, dan selalu memberikan banyak nasehat yang baik dan menjadi pasangan yang bisa diandalkan. ketika terlibat dalam suatu hubungan, ia cenderung memberikan segalanya terhadap orang yang ia kagumi.