Kamis, 11 Juni 2020

Agama Melawan Kapitalisme

Realitas yang tampak di depan mata adalah percaturan dunia saat ini yang menunjukkan agama berada pada posisi marginal, tertindas, dan subordinat. Sebelum aku menguraikan gagasan alternatif ini, terlebih dahulu agama harus menjadi titik tekan umat dari wacana menuju gerakan. Setidaknya ada beberapa sudut pemikiran yang selama ini mengakar kuat dalam diriku, di antaranya ........ tradisionalis,  modernis liberal, revivalis, dan transformatif. Oleh sebab itu, efek atas fenomena ini kemiskinan muncul dalam beragama wajah dan gejala, dari kemorosotal moral, kriminalitas, masalah kesehatan, kedaulatan, independensi negara, bahkan sampai menghambat aktivitas ritual umat beragama.

Tradisionalis percaya bahwa permasalahan kemiskinan pada hakikatny adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Justru itu kaum tradisionalis, menganggap kemiskinan adalah ujian atas keimanan seseorang yang tidak diketahui mamfaat dan mudharatnya, ataupun petaka di balik kemajuan dan pertumbuhan serta globalisasi bagi umat manusia dan lingkungannya kelak. Akar teologisnya bersandar pada konsepsi tentang predeterminisme, yaitu ketentuan dan rencana Tuhan sebelum manusia diciptakan.

Modernis liberal percaya bahwa masalah yang dihadapi kaum miskin pada dasarnya berakar pada sikap mental yang salah, budaya yang tidak mendukung atau wacana teologi kita yang tidak bersungguh-sungguh. Bukan dilihat dari struktur kelas, gender dan sosial sebagai pembentuk nasib di dalam masyarakat. Bagi pandangan modernis umat beragama harus berpartisipasi dan mampu bersaing dalam proses industrialisasi dan globalisasi, serta proses pembangunan. Karena kemiskinan tidak ada sangkut pautnya dengan neolibaralisme dan globalisasi, kalau perlu justru umat beragama dipersiapkan untuk menjadi liberal agar mampu dari segi mental dan gerakan.

 Revivalis melihat faktor ke dalam dan keluar sebagai akar penyebab persoalan kemiskinan dan kemunduran umar beragama, sebabnya semakin banyak umat beragama yang memakai ideologi lain sebagai pijakan ketimbang kitab suci masing-masing agama. Resistensi yang dilakukan mereka dengan menerbitkan buku-buku mengorganisir kelompok diskusi dikalangan mahasiswa, menciptakan simbolisasi dalam bentuk cara berpakaian atau proyek percontohan sistem kemasyarakatan dan eknomi tertutup atas kapitalisme.

Transformatif adalah pikiran alternatif dari pandangan di atas, mereka memandang kemiskinan disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik dan budaya. Keadilan menjadi prinsip fundamental yang titik fokus kerjanya adalah mencari akar teologi, metodologi, dan aksi yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial. Keberpihakan terhadap kaum miskin dan tertindas tidak hanya diilhami oleh kitab suci masing-masing agama, tetapi juga hasil analisis kritis terhadap struktur yang ada. Agama dapat dipahami sebagai pembebasan bagi yang tertindas, serta mentransformasi sistem eksploitasi menjadi sistem yang adil. Dan inilah yang mendasari gerakan agama untuk mengambil posisi dalam menghadapi problem sosial yang dihadapi umat seluruh dunia saat ini. 

Dalam sejarah agama-agama dunia telah dibuktikan, bahwa sebuah agama bisa menyalakan revolusi dan meruntuhkan kekuasaan korup. Iman dalam konteks ini adalah proses internal kenyataan dan dorongan menuju perubahan dan bukan mencari penyesuaian atas realita yang ada. Jangan sampai agama justru dimamfaatkan untuk mempertahankan dan mendukung status qou. Sikap yang berlebel melawan kapitalisme ini mengandung makna bahwa agama yang meletakkan kaum yang terdzalimi sebagai pihak pertama yang harus dibela, dilindungi dan diperjuangkan. 

Tradisionalis, Modernis Liberal, Revivalis, dan transformatif............ Dimanakah posisi masyarakat dalam memandang kemiskinan......???




Tidak ada komentar:

Posting Komentar