Jumat, 10 Juli 2020

How to think about life

Kehidupan seseorang tidak ada yang tahu kemana arah hidupnya ditentukan oleh sang maha kuasa, akan tetapi dalam kehidupan umat manusia sering kali terjadi simpang siur antara cara berpikir dengan fenomena dan takdir Tuhan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia tergantung cara berpikirnya karena di dalam kepala kita semua terisi otak yang mamfaatnya untuk berpikir. Maka manusia harus mencoba berpikir secara menyeluruh, mendalam, radikal dan rasional tentang sesuatu. Bila kehidupan manusia menafikan nilai-nilai moral dan agama, bahkan sampai menganggap nilai-nilai tersebut sebagai realitas yang kosong dan tanpa makna, sehingga agama dianggap persoalan pribadi dan masalah alam lain, dan tentunya nilai-nilai agama yang dilandasi oleh keyakinan kepada Tuhan sebagai simpul dari keimanan yang dianggap tidak lebih tinggi dari nilai-nilai kemewahan fisik material semata.

Lalu kehidupan manusia menjadi sesuatu yang sakral bagi dirinya sendiri yang berdasarkan pengalaman baik di masyarakat, sekolah sampai universitas bahwasanya orang yang sukses adalah yang sejahtera secara finansial bukannya orang yang sukses bergandengan tangan dengan Tuhan.? Maka tidak dapat dipungkiri lulusan sekolah dan lulusan sarjana mempunyai cara berpikir bahwa hal utama yang menjadi tujuan hidup manusia di dunia adalah dengan kerja... kerja... kerja... kayak macam presiden saja. kemudian ustad, guru, dosen mempunyai cara berpikir yang sama yaitu materialis yang dimana menentukan kualitas sekolah/universitasnya sejauh mana lulusanya cepat terserap dalam dunia kerja dan apa pekerjaan mereka. Hal fenomena seperti itu coba kita pandang secara kritis yang berkemajuan, sesungguhnya tidak ada yang salah dari aspirasi finansial. Namun, masalah akan timbul ketika aspirasi tersebut dijadikan yang terpenting sehingga mengabaikan hal-hal lain yang lebih urgent seperti keimanan kita pada Tuhan. Dari sudut pandang pendidikan karakter generasi muda perlu diberikan kebebasan menentukan jalan hidupnya dan meyakini fokus etis, sebagai seperti mengambangkan akal sehat, menjadi anggota komunitas, membantu sesama, menemukan makna hidup, dan membangun identitas etis serta integritas, sebagai tujuan hidup berpikir dan berprinsip.

Uang dan harta benda memiliki nilai yang luar biasa bahkan agama itu sangat tidak penting, yang penting kerja dan bisa kaya, bukannya Tuhan membagikan rejeki sama umat manusia.? bukan pekerjaan, karena manusia hari ini terlalu men-Tuhan-kan Materi yang berupa uang sebagai obat kebahagiaan dirinya. Dengan uang berbagai kebutuhan dapat dipenuhi, cinta dapat dibeli, sex dapat dibeli tanpa harus menikah, agama dapat digadaikan demi kepuasan materi. Orang yang berpunya selalu menempati tempat yang istimewa di masyarakat dan negara, dan setiap orang selalu ingin memobilisasi dirinya naik kestatus sosial yang lebih tinggi. Orang-orang yang miskin dan tak berpunya akan selalu minder dan gerogi sebab selalu termarginalkan oleh orang-orang yang mendapatkan tempat istimewa. Inilah dua gambaran yang akan selalu bertentangan sampai akhir kiamat.

Nahhh.... konseptualisasi cara berpikir tentang kehidupan materialis sebagai aspirasi finansial yang dilatarbelakangi oleh keperihatian serta kecenderungan manusia yang memiliki pola pikir kapitalis, yang memandang kesuksesan dan kebahagiaan tergantung kepada kemampuan memcapai kekayaan finansial. Dari sudut pandang berpikir yang humanistik, bahwa manusia yang sehat seharusnya terdorong hidup dengan motivasi dan aktualisasi diri berdasarkan keimanan dan kemanusiaan. Kemudian pola pikir manusia tentang kehidupan menjadi dua aspek mempengaruhi dan dipengaruhi  oleh orientasi lingkungan, orientasi keluarga, dan teman-temanya sampai pada faktor budaya. Ciri-ciri orang yang materialistis adalah orang yang menggadaikan imannya, walaupun secara penglihatan tidak mengakuinya bahwa dia materialistis, akan tetapi secara psikologis dia meng-ia-kan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar