Sabtu, 11 Juli 2020

Cinta dan Mahabbah

Cinta membuat yang pahit menjadi manis.
Cinta mengubah tembaga menjadi emas.
Cinta mengubah sampah menjadi anggur.
Cinta mengalihkan derita ke dalam penyembuhan.
Cinta menghidupkan yang mati.
Cinta mengubah raja menjadi hamba sahaya.
Cinta mendidihkan samudra laksana buih.
Cinta meluluhlantahkan gunung menjadi pasir.
Cinta menghancurkan langit beratus keping.
Cinta menguncang bumi dan lautan.
Cinta adalah nyala, yang manakala membara, membakar segalanya kecoali yang Tercinta.

Manusia modern yang hidup serba dan tanpa cinta membuat dirinya nyaman dan mudah, di satu sisi kemajuan ilmu dan pengatahuan serta teknologi membuat cinta bisa di rubah dan bahkan bisa berhenti seketika. Mungkin anggapan seseorang tentang cinta bisa menarik dan mempesona dapat secara efektif mengeksploitasi teknik-teknik komunikasi untuk memanipulasi emosi-emosi dan rasio kontrol. Namun pada dasarnya manusia ingin di cintai dan mencintai satu sama yang lainnya, dengan memberi perhatian, tanggung jawab, serta pemahaman tentang hakikat dan makna cinta yang sebenarnya. 

Inilah cinta yang selama ini sebagai peta konsep untuk masuk dalam perbincangan filsafat cinta perspektif agama, khususnya ketika asal mula dunia dilukiskan sebagai suatu tindakan penciptaan yang mencintai ciptaannya, baik secara keseluruhan maupun secara sebagian. Lalu konsep cinta menjadi subjek meditasi filosofis yang berkaitan dengan masalah-masalah etis. Karena cinta sebagai salah satu dorongan manusia yang paling kuat di dalam jiwa, ketika manusia berimajinasi lewat akalnya semenjak itulah cinta hadir dalam rasionalitas yang abadi dari pengalaman hidupnya.

Mahabbah adalah karunia cinta ilahi yang diberikan kepada semua ciptaannya “manusia”, sehingga tumbuhnya mahabbah dalam diri manusia dapat dikenal melalui kesalehan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semakin besar cinta itu, semakin besar pula partisipasinya lewat senandung merdu ayat-ayatmu yang membasahi bibir pada setiap insannya. Karena itu cinta sering dipandang sebagai sinonim dari kata ihsan. Lalu Tuhan mencintai mereka yang merupakan cinta yang sempurna, kemudian mereka akan mencintai Tuhannya, yang mengandung unsur cinta yang masih dipertanyakan.?

Lalu berjalanlah menuju cinta mahabbah kepada sang ilahi lewat taubat dari kebohongan terhadap kekasih, terbuka, pendekatan etis, serta sadar akan dosa-dosa kecil maupun dosa-dosa yang besar. Langkah selanjutnya adalah faqr, menghadapi segala yang datang dan tidak mengeluh serta menerima segala cobaan yang menimpanya. Maka langkah terkrakhir adalah ridha, langkah inilah merupakan rasa cinta yang bergelora dalam hatinya, membuat sampai ke mahabbah cinta sang ilahi. Yang ada dalam hatinya adalah rasa cinta kepada Tuhannya. Hatinya teguh dengan penuh rasa cinta, sehingga tidak terdapat lagi tempat didalamnya untuk rasa benci terhadap apapun bahkan kepada siapapun. Karena ia mencintai Tuhan dan segala makhluk ciptaanya.

Jika kita mau paham dan mengerti soal dicintai dan mencintai, harus menggunakan akalnya laksana seorang inspektur polisi yang bertugas mengontrol tindakan-tindakan baik dan jahat. Karena akal menjadi penjaga dan hakim terhadap kotanya hati. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar