Selasa, 08 September 2020

Mistik, Matematik dan Logika

Tentang tulisanku bukan sekedar rayuan dalam teks tapi diplomasi lewat sakralitas angka yang di terima oleh logika, walaupun banyak akademika dan yang bukan akademika menjadi soal utama dalam merumuskan kejadian demi kejadian yang dirasakan dalam dunia mistik. Maka dari itu jika suatu saat nanti aforisme apa yang aku tulis menjadi suatu seni biologis yang melahirkan akomoditas logika dan dihanyutkan dalam geometri dan siku-siku. Bahwa sesungguhnya aku menyadari kehadiran Tuhan dengan makhluknya, dengan memasuki sebuah hubungan mistik yang semula bersifat pribadi sekarang mendua dengan Tuhan, karena mistik mengajak untuk menyatu secara intim dengan Tuhan dan membuang segala bentuk individualitas, perasaan, pikiran, dan tindakan itu semua melebur menjadi satu kesatuan.

Lalu para astronom jaman babilonia telah berusaha untuk memprediksi suatu kejadian dengan mengkaitkan dengan fenomena perbintangan seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam siklus planet yang terdiri dari konjungsi, oposisi, titik stasioner, dan vasibilitas pertama dan terakhir. Bahwasanya matematika adalah cabang dari logika karena semua konsep matematika mulai dari aritmatika, aljabar analisis, pecahan, penambahan, pengurangan serta perpecahan dan persamaan. Padahal sebuah konsep dianggap ilmiah jika mampu membuktikan validitas argumenya, yang sudah terangkai dalam angka-angka yang logis baik menggunakan logika deduktif maupun induktif, dengan bukti-bukti mistik yang mengabstraksikan pikiran di dalam pikiran.

Memang fitrahnya manusia mampu menalar, berpikir analisis, matematik dan mistik dan diakhiri dengan kesimpulan, sehingga jiwa manusia memahami dan mempersepsikan segala sesuatu dengan indra spiritualnya dengan jalan angka dan berpengang teguh pada logika, yang menembus kulit materi dan menangkap cahaya yang abadi. Dengan cara mistik, sakralitas angka dan logika, manusia bisa menerima wahyu dan pengalaman langsung dari Tuhan. Kemudian hubungan kuantitatif menghimpun benda-benda fisik yang di praktekkan manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Maka sistem bilangan asli dan idealisasi membentuk hubungan yang kuantitatif dari pengalaman esktrapolasi yang jauh lebih besar, maka yang menjadi ambisiusitas untuk merumuskan suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika dari dasar aritmatika sampai mahir kalkulus. Dan diimpikan menyusun metode panalaran matematika dan menempatkan bilangan angka, mistik dan logika secara tunggal. 

Setelah megalami realitas yang jelas lewat angka-angka yang diterima oleh akal atau logika, maka mistik yang bekerja dari tahap kebangkitan diri – penyucian diri – pencerahan diri -    pengaplikasian diri – penyatuan kehidupan. Tindakan tersebut akan melahirkan sebuah proses yang simbolisasi dan proporsional, proporsi-proporsi ini merupakan alat-alat logis yang merupakan serangkaian keputusan yang diambil. Justru itu kebenaran ataupun nilainya di tentukan oleh dasar angka matematika tambahan, perkalian, pecahan dan pengurangan yang konotasinya mengalir dengan pola-pola yang teratur, seperti geometri didasarkan pada intuiasi murni ruang, serta aritmatika menyelesaikan konsep angka dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu.

Di balik sakralitas angka 13, 9, 8, 4, 6, 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar