Jumat, 16 Oktober 2020

Aku Manusia Bukan Bukan

Bila banyak orang berpendapat tentang siapa aku, darimana asal diriku, kenapa harus ada orang yang sperti aku, lalu buat apa aku diciptkan yang seperti ini, kemudian aku mengalami penghancuran diri secara radikal sebagai tanda akhir dari sebuah catatan. Cukup kita sadari bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan tidak cukup lagi hanya di terangkan dengan filsafat. Namun pada saat kalahirannya, ilmu pengathuan yang identik dengan filsafat mempunyai corak mitologis dengan segala sesuatu yang ada dan mungkin ada diterangkan. Berbagai macam kosmogoni menjelaskan bagaimana kosmos dengan berbagai aturanya terjadi dan dengan teogoninya diuraikan dengan peranan para dewa yang merupakan unsur penentu terhadap segala sesuatu yang ada serta keberadaan jiwaku ini.

Bagaimana corak mitologik ini telah mendorong upaya manusia untuk “berani” menerobos lebih jauh tentang eksistensi dirinya, hakikat dunia, serta esensi dari suatu kepercayaan, untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, abadi, dibalik yang bhineka, berubah dan sementara. Lalu akal budi dan pengalaman atau kombinasi antara akal dan pengalaman, instuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal dengan adanya model-model epistemologi seperti, rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya, beserta tolak ukurnya bagi pengatahuan ilmiah seperti teori koherensi, pragmatis, dan teori intersubjektif.

Maka tidak ada suatu kebenaran tunggak yang tersedia bagi manusia seperti aku atau yang tinggal dipetik begitu saja. Tidak akan ada henti-hentinya manusia akan terus mencari serta mewujudkan kebenarannya yang ditandai ruang dan waktu. Jika banyak orang menganggap aku manusia yang bukan-bukan itulah puncak kejayaan seorang manusia yang goblok di dalam kebijaksanaannya. Memang ada suatu paradigma hermeneutik yang dipengaruhi oleh filsafat bahasa yang dilatarbelakangi fenomenologi dan eksistensialisme mengenai kesatuan antara “isi pikir” dengan “pengungkapannya”.

Perkataanku adalah hasil alam pikirku, perkataanku membentuk teks yang dijadikan suatu rujukan ilmiah dalam tafsir kehidupan yang abadi, bila semua identik dengan perkataan yang bukan-bukan, maka aku bukan manusia, aku bukan orang gila, aku bukan laki-laki, aku bukan perempuan, aku bukan agamawan, aku bukan hartawan, aku bukan seorang ideologis, aku bukan maryonois, aku bukan siapa-siapa.??? Dan bukan apa-apa.??? Tapi bisa menjadi apa.?? Serta hilang dari apa menjadi apa.?? Semua itu tergantung sadar diri dan tahu diri. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar